'''Cadas Pangeran''' adalah nama suatu tempat, kira-kira
enam kilometer sebelah barat daya kota Sumedang, yang dilalui jalan raya
Bandung-Cirebon.
Pemberian nama ini terkait dengan pembangunan Jalan Raya Pos
Daendels yang melintasi daerah ini.
Karena medan yang berbatu cadas, lima ribuan jiwa pekerja
kehilangan nyawanya. Hal ini membuat marah penguasa Kabupaten Sumedang,
Pangeran Kusumadinata IX (1791-1828) yang lebih populer dengan sebutan Pangeran
Kornel, dan ia memprotes Daendels atas kesemena-menaan dalam pembangunan jalan
itu.
Adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem
Daendels yang memprakarsai pembangunan jalan "maut" tersebut pada
tahun 1809. Dahsyatnya, proyek jalan itu hanya membutuhkan waktu sekitar satu
tahun.
Jalur Anyer-Panarukan itu dibangun mula-mula sebagai jalan
raya pos yang menghubungkan Pulau Jawa pada tahun 1809.
Namun, keberhasilan Daendels itu tak terlepas dari
penderitaan ratusan ribu warga Jawa yang disuruh kerja paksa atau rodi tanpa
bayaran sesen pun.
Tak terhitung lagi, ribuan pribumi yang tewas, baik yang
melawan maupun meninggal dunia akibat kerja rodi.
Maklum saja, Daendels terkenal dengan kekejamannya dan
berlaku sangat keras, yang disukai oleh Kaisar Prancis Napoleon-Prancis saat
itu menguasai Kerajaan Belanda.
Sebaliknya, bagi bangsa Indonesia, kekejian Daendels sangat
dibenci hingga ia mendapat julukan "Mas Galak" atau "Mas
Guntur"
Julukan itu sesuai dengan tindak tanduknya yang kerap
menekan kekuasaan raja-raja atau penguasa setempat, khususnya terhadap wong
cilik. Walau begitu, sejumlah "inlader" akhirnya nekat menentang
Daendels meski nyawa menjadi taruhan. Namun, tak seluruh rakyat memberontak
terhadap kehendak "Si Tuan Besar" itu.
Satu di antara yang menonjol adalah Peristiwa Cadas
Pangeran. Betapa tidak, ribuan pekerja rodi yang meninggal paling banyak
terjadi di kawasan antara Bandung-Sumedang sepanjang kurang lebih tiga km.
Di daerah tersebut memang memiliki medan yang berbukit cadas
dan rawan longsor. Bila tak hati-hati, banyak pekerja yang mati ketimbun tanah
longsor maupun tertimpa batu-batu besar.
Banyak pula yang terjerembab ke jurang selama pembangunan
jalan itu. Belum lagi sejumlah binatang buas yang kerap memangsa beberapa buruh
rodi yang keletihan di malam hari.
Kabar mengenai ribuan penduduk Sumedang yang tewas akibat
kerja rodi tentu membuat gusar penguasa setempat saat itu, yaitu Pangeran
Kusumahdinata atau lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Kornel.
Dia pun merasa terpanggil untuk membela rakyatnya dari tindasan
Daendels. Pangeran Kornel segera mengutus beberapa orang kepercayaannya ke
lokasi pembuatan jalan yang masih berupa hutan belantara, bercadas keras dengan
berbagai binatang buas yang masih berkeliaran.
Setelah meneliti keadaan di lapangan, orang-orang suruhan
Pangeran Kornel mengungkapkan bahwa kondisi para pekerja paksa sangat
memprihatinkan. Bahkan, mereka cuma mempergunakan peralatan atau perkakas yang
tergolong sederhana untuk memapras tebing.
Selain kurang peralatan, hambatan lain dalam pembuatan jalan
itu adalah perbekalan makanan yang tak mencukupi. Tak heran, buruh rodi banyak
yang terjangkit sejumlah penyakit, seperti malaria.
Gangguan binatang buas dan hawa dingin yang menusuk di malam
hari, turut menambah kesengsaraan para pekerja.
Atas kenyataan itulah, Pangeran Kornel berencana secara
terang-terangan melawan Daendels di hadapan para pekerja dan masyarakat
Sumedang.
Disusunlah rencana pemberontakan terhadap Mas Galak. Setelah
rencana dianggap matang, Pangeran Kornel bersama sejumlah pengawalnya pergi ke
lokasi kerja rodi tersebut. Dia pun sabar menanti kedatangan Daendels.
Akhirnya, yang ditunggu-tunggu datang juga. Di kejauhan
tampak Daendels menunggang kuda dengan didampingi segelintir pasukannya.
Daendels memang secara rutin kerap mengawasi pembuatan jalan di daerah bercadas
tersebut. Pangeran Kornel mencegat rombongan Gubernur Jenderal yang kejam itu,
tepatnya di Desa Ciherang.
Tentu saja Daendels kegirangan melihat kedatangannya
disambut sendiri oleh penguasa setempat. Tanpa rasa curiga, dia segera
mengulurkan tangan kepada Pangeran Kornel.
Bukan kepalang terkejutnya Daendels, saat Pangeran Kornel
menyambut ulurannya dengan tangan kiri. Tak cuma itu, penguasa Sumedang ini
juga menghunus keris Naga Sastra di tangan kanannya.
Dengan pancaran mata yang tajam tanpa berkedip, Pangeran
Kornel terus menatap lawannya. Sontak, keangkuhan Daendels luntur
seketika.
Dia pun terheran-heran dengan perlakuan dari Pangeran Kornel
atau Bupati Sumedang itu. Setelah hilang rasa kagetnya, Daendels bertanya
kepada Pangeran Kornel mengenai sikapnya itu.
Tanpa perasaan takut, Pangeran Kornel menjawab bahwa
pekerjaan yang dibebankan kepada rakyat Sumedang terlalu berat. Setelah
mengucapkan alasannya, Pangeran Kornel menantang Daendels duel satu lawan satu.
Layaknya seorang ksatria, Pangeran Kornel berkata bahwa
regent (bupati) Sumedang yang bernama Pangeran Kusumahdinata lebih baik
berkorban sendiri ketimbang harus mengorbankan rakyat Sumedang yang tak
berdosa.
Kemudian Daendels berjanji akan mengambil alih pekerjaan
pembuatan jalan oleh Pasukan Zeni Belanda. Sedangkan rakyat Sumedang
diperkenankan hanya membantu saja.
Ternyata itu hanyalah akal-akalan Daendels. Buktinya,
beberapa hari kemudian, dia membawa ribuan pasukan Kompeni dan hendak menumpas
perlawanan Pangeran Kornel. Pertempuran pun berkecamuk di sana.
Rakyat Sumedang serta merta angkat senjata membantu
junjungan mereka. Lantaran kekuatan yang tak seimbang, akhirnya tentara
penjajah berhasil memadamkan pemberontakan Pangeran Kornel dengan memakan
korban yang tak sedikit.
Sedangkan Pangeran Kornel yang gagah berani itu gugur di
ujung bedil pasukan Belanda.
Semenjak itulah, jalan yang melintasi medan berbukit itu
dinamakan Cadas Pangeran.
Ini untuk mengenang keberanian Pangeran Kornel yang rela
gugur dalam memperjuangkan atau membela kepentingan rakyat Sumedang yang sangat
dicintainya.
Sekian Sekilas Mengenai Sejarah Jalan
Cadas pangeran sumedang
Mudah-mudahan bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar