Kamis, 23 Oktober 2014

MANFAAT DAUN SUKUN UNTUK MENGOBATI PENYAKIT KRONIS

MANFAAT DAN KANDUNGAN DAUN SUKUN

Sukun memiliki nama latin Artocarpus altilis dan termasuk dalam keluarga Moraceae. Buah sukun mempunyai kemiripan dengan buah durian dan buah nangka. Terutama pada bagian kulitnya yang terlihat berduri. Namun duri kulit buah sukun lebih tumpul dibanding durian maupun nangka. Daging buah sukun sangat empuk sehingga orang inggris menyebutnya sebagai buah roti. Di Indonesia sendiri buah sukun sering dijadikan camilan seperti keripik atau direbus. Sementara buahnya yang masih muda biasa dijadikan sayur.

Selama ini tidak banyak orang tahu bahwa ternyata daun sukun memiliki khasiat yang besar bagi kesehatan. Menurut berbagai penelitian baru-baru ini, daun sukun memiliki khasiat untuk mengobati berbagai penyakit kronis seperti kolesterol tinggi, diabetes, asam urat, penyakit jantung hingga gagal ginjal.

Kemampuan daun sukun dalam mengobati beberapa penyakit kronis adalah karena senyawa yang terkandung di dalamnya. Daun sukun mengandung beberapa senyawa yang berkhasiat bagi tubuh seperti polifenol, asam hidrosionat, tannin, quercetin dan artoindosionin. Senyawa ortoindonesionin dan quercetin merupakan kelompok senyawa turunan flovonoid yang berfungsi sebagai zat antioksidan dan banyak digunakan sebagai komponen aktif dalam obat-obatan.

Seperti yang sudah disinggung diatas, bahwa manfaat daun sukun adalah dapat mengatasi beberpa penyait kronis seperti berikut ini:

1. DAUN SUKUN OBAT PENYAKIT GINJAL

Secara empiris, banyak orang memanfaatkan daun sukun untuk mengatasi berbagai gangguan kesehatan. Selain menurunkan kadar kolesterol darah dan gula darah, ada pula yang menjadikannya sebagai solusi untuk menyelamatkan ginjal karena daun sukun mengandung saponin, polifenol, asam hidrosianat, kalium, asetilkolin, tannin, riboflavin, dan phenol. Kalium membuat batu ginjal berupa Ca-oksalat tercerai-berai. Endapan batu ginjal akhirnya larut keluar bersama urine.

Meski belum terbukti secara ilmiah, penggunaan daun sukun untuk penderita penyakit ginjal menunjukkan indikator perbaikan kondisi. Perbaikan kondisi tersebut berupa hilangnya pembengkakan dan berkurangnya kandungan protein dalam urine. Bahkan, kandungan protein dalam urine pada beberapa orang testimoni pengguna teh daun sukun menunjukkan nilai yang negatif.

2. MENGOBATI ASAM URAT

Jenis penyakit lain yang bisa diatasi yakni asam urat dengan mencampur segenggaman daun sukun yang telah dikeringkan dan menyeduhnya dengan air mendidih ditambah dengan gula batu atau madu untuk mengurangi rasa pahit yang ditimbulkan dari getah daun sukun.

Selain daunnya, buah sukun juga memiliki manfaat untuk kesehatan khususnya untuk diet kalori. Karena, pada buah sukun mengandung kalori rendah dibandingkan dengan beras. “Tetapi kandungan vitaminnya juga lengkap, jadi makan sukun sama saja makan-makanan bervitamin,”

3. MENGOBATI SAKIT JANTUNG

Setelah dilakukan uji khasiat oleh Pusat Penelitian Kimia LIPI bersama dengan pakar peneliti lainnya, ternyata diketahui bahwa ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) mengandung flavonoid dan sitosterol yang berkhasiat untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah.

Menurut DR. Tjandrawati M. Ozef dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan, uji khasiat baik secara in vitro ( menggunakan media) maupun in vivo (melibatkan sel hidup) terhadap ekstrak tanaman tersebut telah menunjukkan hasil sangat baik.

Kesimpulannya, daun sukun bisa melindungi jantung, karena mampu menurunkan kadar kolesterol darah secara signifikan dan mampu menghambat akumulasi pada dinding pembuluh darah aorta.

4. MENURUNKAN KADAR KOLESTROL

Cara untuk mendapatkan khasiat daun sukun yang dapat menurunkan kadar kolesterol yaitu, sediakanlah segengggam daun sukun yang telah dikeringkan dan juga bangle yang diseduh dengan menggunakan air panas, lakukan hal sama seperti ketika anda sedang membuat teh, dan ramuan tersebut dapat diminum setiap hari.

5. MENCEGAH INFLAMASI DAN PERADANGAN

Untuk mendapatkan manfaat daun sukun yang dapat mencegah inflamasi dan beradangan yaitu, sediakan 1 lembar daun sukun yang sudah tua, lalu cuci daun sukun tersebut sampai bersih, kemudian rebus daun sukun dengan menggunakan 5 gelas air. Setelah air mendidih dan juga air rebusan trersebut tersisa menjadi separuhnya, kemudian tambahkan kembali air, saring air daun sukun tersebut dan siap untuk diminum langsung, minum lah dengan rutin.




6. MENURUNKAN KADAR GULA DARAH

Beberapa tahun terakhir, penggunaan tanaman obat alami untuk menurunkan gula darah mulai banyak dikembangkan. Sukun termasuk salah satu jenis tanaman yang memiliki efek insulin yang dapat menurunkan gula darah. Penyelidikan ilmiah juga telah mengkonfirmasi kemanjuran banyak tanaman dalam mengelola kadar gula darah pernderita diabetes. Hasil riset Puspa DN Lotulung, Sofa Fajriah, Andini Sundowo, dan Euis Filaila dari Pusat Penelitian Kimia LIPI menujukkan bahwa senyawa flavonoid daun sukun yang berhasil diisolasi, yaitu 8-geranyl-4,5,7-trihydroxyflavone bersifat sebagai anti diabetes yang kuat.

Khasiat daun sukun sebagai herbal bagi penderita diabetes juga dibuktikan oleh peneliti dari UGM., Nublah, SP. Penelitian tersebut dilakukan dengan menguji pemberian ekstrak daun sukun pada tikus jantan galur wistar yang diberi glukosa monohidrat sehingga mengalamu hiperglikemia. Pemberia 1,35 g guloksa monohidrat per 200 g bobot badan menyebabkan kadar gula darah tikus naik dari 88,96 mg/dl menjadi 173,95 mg/dl.

Dikarenakan begitu pentingnya manfaat daun sukun bagi kesehatan, sekarang ini sudah banyak yang menjual ektrak daun sukun baik yang berupa kapsul hingga teh daun sukun.

Senin, 20 Oktober 2014

MEKANISME PENERBITAN UANG RUPIAH OLEH BANK INDONESIA

MEKANISME PENERBITAN UANG RUPIAH OLEH BANK INDONESIA

Pengeluaran uang Rupiah emisi baru oleh Bank Indonesia diatur melalui Peraturan Bank Indonesia No.6/14/PBI/2004 tanggal 22 Juni 2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan, dan Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah. Adapun pengaturan pelaksanaannya diatur berdasarkan Peraturan Dewan Gubernur No.6/7/PDG/2004 tanggal 22 Juni 2004 tentang Manajemen Pengedaran Uang serta Surat Edaran Intern No.7/84/INTERN tanggal 28 Oktober 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluarakn Uang Rupiah Baru.
Beberapa tahap dalam pengeluaran dan pengedaran uang Rupiah emisi baru adalah sbb:

1. Perencanaan Pengeluaran Uang Rupiah Baru
Persetujuan rencana pengeluaran uang Rupiah baru dilakukan melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG). Dalam rangka pengeluaran uang Rupiah baru, Bank Indonesia melakukan kajian dengan mempertimbangkan antara lain tingkat pemalsuan, nilai intrinsik, masa edar suatu pecahan uang, dan/atau kebutuhan masyarakat.

2. Desain dan Spesifikasi Uang
Desain dan spesifikasi uang disetujui oleh Gubernur Bank Indonesia, sedangkan pelaksanaan penyusunan desain uang diputuskan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang pengedaran uang. Pada tahap ini, penyusunan desain uang dilakukan dengan cara (1) bekerjasama dengan perusahaan pencetakan uang atau pemasok uang, atau (2) melalui sayembara yang dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk.

3. Pencetakan Uang
Desain beserta spesifikasi uang yang telah disetujui Gubernur Bank Indonesia akan dibuatkan contoh cetak uang oleh perusahaan percetakan uang atau pemasok uang. Contoh cetak uang berbentuk 1 (satu) lembar uang kertas dan lembaran utuh atau 1 keping uang logam yang akan menjadi acuan cetak bagi perusahaan percetakan uang atau pemasok uang. Pada contoh cetak uang tersebut dilengkapi pula dengan uraian teknis uang yang disetujui Direktur Direktorat Pengedaran Uang.

4. Penerbitan Ketentuan
Setiap pengeluaran uang Rupiah baru didasarkan pada ketentuan berupa Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Intern (SE Intern). PBI mengenai pengeluaran dan pengedaran uang baru tersebut memuat antara lain macam uang, harga uang, ciri uang dan tanggal berlakunya uang sebagai alat pembayaran yang sah, sedangkan SE Intern mengatur mengenai tanggal pengeluaran dan pengedaran uang, pengiriman uang, serta tatacara pembukuan dan pencatatannya.

5. Sosialisasi dan Edukasi Uang Baru
Sebelum uang Rupiah baru dikeluarkan dan diedarkan, Bank Indonesia melakukan sosialisasi dan edukasi uang baru kepada masyarakat, melalui konferensi pers, pelatihan kepada kasir Bank Indonesia, perbankan, dan pihak terkait lainnya, penyebaran pengumuman dalam bentuk poster, serta penyebaran informasi mengenai ciri-ciri keaslian uang dalam bentuk leaflet, brosur, VCD, atau bentuk publikasi lainnya.

KAPAN BI HARUS MENCETAK UANG?

1. BI akan mencetak uang jika BI memutuskan akan menambah jumlah uang beredar di masyarakat, sedangkan persediaan uang kartal di BI tidak mencukupi.
2. Di BI dikenal ULE (Uang Layak Edar) dan UTLE (Uang Tidak Layak Edar). Perbankan (Bank dan BPR) memiliki kewajiban untuk menyortir UTLE tersebut, untuk selanjutnya disetorkan di BI. Masyarakat pun baik perorangan maupun perusahaan dapat secara langsung menukarkan UTLE ke Kantor Bank Indonesia setempat. Secara periodik, BI akan memusnahkan UTLE yang terkumpul, dan menggantinya dengan mencetak uang baru.
3. Apabila BI akan menerbitkan jenis uang pecahan baru.

KENAPA BANK INDONESIA TIDAK MENCETAK UANG RUPIAH UNTUK MEMBAYAR UTANG ?

KENAPA BANK INDONESIA TIDAK MENCETAK RUPIAH UNTUK MEMBAYAR UTANG ?

Karena beberapa alasan berikut ini:
Dengan mencetak uang sebanyak-banyaknya, maka uang yang beredar di masyarakat akan jauh lebih besar dibandingkan jumlah barang. Akibatnya akan terjadi hiperinflasi, dimana harga barang akan jauh melambung.
Dasar mencetak uang, ya tentunya harus diperhitungkan nilai tukar idealnya. Pertimbangannya adalah nilai ekspor dan impor kita, permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing, dsb. Karena itu ada yang dinamakan kebijakan moneter, yaitu kebijakan yang dilaksanakan pemerintah untuk menjaga stabilitas nilai mata uang negara tersebut.
Uang yang digunakan untuk membayar utang adalah dollar bukan rupiah, jadi kalau mencetak rupiah untuk membayar utang maka rupiah tidak laku. Dan kalau mencetak uang dollar maka itu namanya pemalsuan.
Daya beli masyarakat akan jatuh, mereka tidak sanggup membayar bahan kebutuhan hidup. Dampak susulannya adalah krisis ekonomi dan sosial. Kelaparan, kejahatan/kriminalitas, kerusuhan/penjarahan.
Barang dan bahan baku impor akan jauh melambung, sehingga akan mematikan sektor riil dan produksi dalam negeri. Dampak selanjutnya adalah efisiensi, PHK dan pengangguran meningkat.

Dalam menerbitkan atau mencetak uang, terdapat dua macam sistem, yang disebut “pseudo gold” dan “uang fiat”. Dalam sistem pseudo gold, uang yang dicetak dan beredar didukung dengan cadangan emas atau perak yang dimiliki badan yang menerbitkannya. Sedangkan dalam sistem uang fiat, uang yang beredar tidak didukung aset yang riil, bahkan tidak didukung apa-apa. Artinya, dalam sistem fiat, pemerintah atau badan yang menerbitkan uang bisa mencetak uang sebanyak apa pun sesuai keinginan.

Dalam ekonomi, kita tahu, harga barang akan tergantung pada perbandingan jumlah uang dan jumlah persediaan barang. Jika barang lebih banyak dari jumlah uang yang beredar, maka harga akan cenderung turun. Sebaliknya, jika jumlah barang lebih sedikit dibanding jumlah uang yang beredar, maka harga-harga akan cenderung naik. Karena itulah, pencetakan uang secara tak langsung juga ditentukan oleh hal tersebut, agar tidak terjadi inflasi.

Apabila suatu negara—dengan alasan miskin—mencetak uang sebanyak-banyaknya, yang terjadi bukan negara itu menjadi kaya, tetapi justru akan semakin miskin. Karena, ketika jumlah uang yang beredar semakin banyak, harga-harga barang akan melambung tinggi, dan inflasi terjadi. Akibatnya, meski uang dicetak terus-menerus, uang itu tidak bisa disebut kekayaan, karena nilainya terus merosot turun.

Indonesia pernah melakukan pencetakan uang dalam jumlah banyak, pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Karena pemerintah belum bisa maksimal memungut pajak dari rakyat waktu itu, Soekarno pun mengambil kebijakan untuk mencetak uang secara berlebih. Hasilnya tentu inflasi. Semakin banyak uang dicetak, harga barang semakin tinggi, dan terjadi hiperinflasi. Sampai akhirnya mahasiswa berdemonstrasi yang terkenal dengan sebutan Tritura (tiga tuntutan rakyat), yang salah satunya permintaan agar harga-harga diturunkan.

Kasus yang terbaru terjadi di Zimbabwe. Pada 2008, pemerintah Zimbabwe mengeluarkan kebijakan untuk mencetak uang dalam jumlah sangat banyak, yang ditujukan untuk memperbanyak pegawai negeri yang diharapkan akan mendukung pemerintah. Hasilnya adalah inflasi yang gila-gilaan. Negara itu bahkan memegang rekor dalam hal inflasi tertinggi di dunia, yaitu 2.200.000% (2,2 juta persen) pada 2008.

Sebegitu cepatnya tingkat inflasi terjadi, hingga kenaikan harga di Zimbabwe tidak terjadi dalam hitungan minggu atau bulan, tetapi menit bahkan detik. Dalam setiap beberapa detik, para pegawai di toko-toko Zimbabwe terus sibuk mengganti label-label harga pada barang-barang yang mereka jual, karena terus terjadi pergantian harga akibat inflasi yang menggila.

Pada 20 Juli 2008, Bank Sentral Zimbabwe bahkan menerbitkan pecahan uang senilai 100 milyar dollar, yang merupakan rekor pecahan uang dengan nominal terbesar di dunia. Uang dengan nominal besar itu, ironisnya, tidak memiliki nilai yang sama besarnya, karena digerus oleh inflasi akibat harga-harga yang melambung luar biasa tinggi. Untuk membeli sembako, misalnya, orang di Zimbabwe harus membawa uang sampai seember.

Jadi, negara miskin (ataupun negara yang tidak miskin) tidak mencetak uang dalam jumlah berlebihan, karena adanya pertimbangan seperti yang digambarkan di atas.

Lalu Kenapa Suatu Negara Tidak Mencetak Uang Sebanyak-Banyaknya?
Kalau membaca berita tentang hutang negara yang menumpuk serta angka kemiskinan yang sangat besar, mungkin terpikir oleh kita "bagaimana kalau Indonesia mencetak uang semaunya, untuk melunasi hutang negara maupun memberantas kemiskinan ataupun mengembalikan uang korupsi yang hilang". Beres kan?

Nah, seandainya pemerinta Republik Indonesia mencetak uang sebanyak banyaknya, semua rakyat dapat hujan uang. Timbul pertanyaan, siapa yang mau capek kerja sedangkan sudah ada jaminan uang untuk hari ini dan besok. Nah, kalau gitu siapa yang mau kerja jadi petani padahal uang sudah ada di tangan?

Misalkan, rakyat Indonesia tidak ada yang mau jadi petani. Lalu kita mau maka apa sedangkan makanan pokok berasal dari sektor pertanian? Akibatnya akan terjadi inflasi, yaitu kenaikan harga barang barang di pasaran.

Rasio antara uang yang dicetak dan jumlah uang yang beredar adalah salah satu cara menentukan nilai suatu uang. Makanya, bila uang yang beredar ditambah tapi jaminannya tidak ditambah maka nilai uang akan turun (inflasi). Akibatnya bila biasanya Rp. 1.000 bisa membeli x barang, setelah uang mengalami inflasi Rp.1.000 hanya bila membeli 1/2 x.

Dengan kata lain jumlah uangnya banyak tapi nilainya tidak ada, kalau nilainya tidak ada maka negara lain tidak ada mau menerima uang kita. ujung-ujungnya utang tidak akan pernah terbayar.

Jadi inilah alasannya kenapa pemerintah tidak bisa seenaknya mencetak uang sebanyak banyaknya: karena uang dicetak sebanyak-banyaknya maka para pedagang selalu akan menaikkan harga. Lagipula, pikir mereka. yang beli uangnya lebih banyak dari sebelumnya

Efek ini terus berulang bagai lingkaran setan sehingga sebagian besar harga barang akan mengalami kenaikan harga padahal barangnya sama persis seperti sebelumnya. Inlah yang dilihat sebagai jatuhnya nilai mata uang dimana nilai tukar uang terhadap barang turun (karena harga barang naik).

Dus, karena harga barang naik, maka akan ada semakin banyak orang miskin. Itulah yang aakan terlihat apabila inflasi tidak terkendali.