Senin, 24 Februari 2014

Sejarah Keunikan Kampung Naga

KAMPUNG Naga terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kab. Tasikmalaya merupakan satu kampung yang memiliki keunikan tersendiri, dan masih mempertahankan tradisi lelulurnya serta masih kuat melaksanakan ajaran agama Islam. Kesederhanaan masyarakatnya hingga kini masih melekat, sehingga tidak lekang dimakan makan waktu.

Bangunan rumah di Kampung Naga terbuat dari kayu, bukan dari tembok semen, beralaskan anyaman bambu dan hanya beratapkan ijuk yang saling berhadapan menghadap utara dan selatan, serta saling membelakangi terhadap rumah berikutnya. Bukan berarti masyarakat Kampung Naga hidup di garis kemiskinan, sehingga tidak mampu membuat rumah permanen yang bagus yang terbuat dari tembok. Namun, masyarakat Kampung Naga lebih mengedepankan kesederhanaan, bukan kemewahan.

Ada kepercayaan yang begitu melekat di masyarakat Kampung Naga, yakni rumah tidak memiliki pintu belakang, karena kepercayaan mereka untuk tidak membangun pintu yang berada pada dua arah berlawanan atau dalam satu garis lurus. Menurut kepercayaan mereka jika membuat rumah dengan pintu belakang, maka rezeki yang masuk melalui pintu depan akan keluar lagi dari pintu belakang. Posisi ruang tamu dan dapur masing-masing bersebelahan di bagian depan, sehingga pintu keduanya tampak bersisian.

Setiap rumah di Kampung Naga tidak memiliki perabotan di dalam rumah seperti kursi, meja, tempat tidur, maupun perabotan rumah tangga lainnya. Untuk memasak pun masih menggunakan tungku tradisional dengan kayu bakar.


Masyarakat Kampung Naga tidak menggunakan listrik sebagai alat penerangan atau aktivitas lainnya.
Tidak ada kamar mandi dan kakus di rumah mereka. Untuk kebutuhan mandi dan buang air mereka menggunakan kamar mandi umum yang berada di luar tanah adat. Begitu juga untuk kandang ternak dan kolam ikan yang menjadi pencaharian tambahan bagi masyarakat kampung Naga.

Terdapat sebuah masjid yang berdiri di tengah-tengah kampung, bersebelahan dengan Balai Pertemuan Warga disinilah semua kegiatan terpusat. Konon di kampung inilah Agama Islam pertama kali di wilayah barat bermula yang disebarkan oleh abdi dari Syeh Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati yang bernama Sembah Dalem Singaparna.

Sejarah Kampung Naga 

 Ada salah satu versi mengenai sejarah Kampung Naga menyebutkan, bermula ketika seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.

Nenek moyang Kampung Naga yang paling berpengaruh dan berperan bagi masyarakat Kampung Naga "Sa Naga", yaitu Eyang Singaparana atau Sembah Dalem Singaparana yang disebut lagi dengan Eyang Galunggung, dimakamkan di sebelah Barat Kampung Naga. Makam ini dianggap oleh masyarakat Kampung Naga sebagai makam keramat yang selalu diziarahi pada saat diadakan upacara adat bagi semua keturunannya.

Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan Kota Garut dengan Kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur dengan batas wilayah di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat, karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga.

 Di sebelah Selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di sebelah Utara dan Timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari Kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari Kota Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah ditembok (Sunda sengked) sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melalui jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai ke dalam Kampung Naga.





Sekian Sekilas Mengenai Sejarah Keunikan Kampung Naga.

Mudah-mudahan Bermanfaat..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar