KAMPUNG Naga terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kab.
Tasikmalaya merupakan satu kampung yang memiliki keunikan tersendiri,
dan masih mempertahankan tradisi lelulurnya serta masih kuat
melaksanakan ajaran agama Islam. Kesederhanaan masyarakatnya hingga kini
masih melekat, sehingga tidak lekang dimakan makan waktu.
Bangunan rumah di Kampung Naga terbuat dari kayu, bukan dari tembok
semen, beralaskan anyaman bambu dan hanya beratapkan ijuk yang saling
berhadapan menghadap utara dan selatan, serta saling membelakangi
terhadap rumah berikutnya. Bukan berarti masyarakat Kampung Naga hidup
di garis kemiskinan, sehingga tidak mampu membuat rumah permanen yang
bagus yang terbuat dari tembok. Namun, masyarakat Kampung Naga lebih
mengedepankan kesederhanaan, bukan kemewahan.
Ada kepercayaan yang begitu melekat di masyarakat Kampung Naga, yakni
rumah tidak memiliki pintu belakang, karena kepercayaan mereka untuk
tidak membangun pintu yang berada pada dua arah berlawanan atau dalam
satu garis lurus. Menurut kepercayaan mereka jika membuat rumah dengan
pintu belakang, maka rezeki yang masuk melalui pintu depan akan keluar
lagi dari pintu belakang. Posisi ruang tamu dan dapur masing-masing
bersebelahan di bagian depan, sehingga pintu keduanya tampak bersisian.
Setiap rumah di Kampung Naga tidak memiliki perabotan di dalam rumah
seperti kursi, meja, tempat tidur, maupun perabotan rumah tangga
lainnya. Untuk memasak pun masih menggunakan tungku tradisional dengan
kayu bakar.
Masyarakat Kampung Naga tidak menggunakan listrik sebagai alat penerangan atau aktivitas lainnya.
Tidak ada kamar mandi dan kakus di rumah mereka. Untuk kebutuhan mandi
dan buang air mereka menggunakan kamar mandi umum yang berada di luar
tanah adat. Begitu juga untuk kandang ternak dan kolam ikan yang menjadi
pencaharian tambahan bagi masyarakat kampung Naga.
Terdapat sebuah masjid yang berdiri di tengah-tengah kampung,
bersebelahan dengan Balai Pertemuan Warga disinilah semua kegiatan
terpusat. Konon di kampung inilah Agama Islam pertama kali di wilayah
barat bermula yang disebarkan oleh abdi dari Syeh Syarif Hidayatullah
atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati yang bernama Sembah
Dalem Singaparna.
Sejarah Kampung Naga
Ada salah satu versi mengenai sejarah Kampung Naga menyebutkan, bermula
ketika seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk
menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah
Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu,
Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat
Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat
ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana
mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang
disebut Kampung Naga.
Nenek moyang Kampung Naga yang paling berpengaruh dan berperan bagi
masyarakat Kampung Naga "Sa Naga", yaitu Eyang Singaparana atau Sembah
Dalem Singaparana yang disebut lagi dengan Eyang Galunggung, dimakamkan
di sebelah Barat Kampung Naga. Makam ini dianggap oleh masyarakat
Kampung Naga sebagai makam keramat yang selalu diziarahi pada saat
diadakan upacara adat bagi semua keturunannya.
Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari,
Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Lokasi
Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan Kota Garut
dengan Kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur dengan
batas wilayah di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat,
karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat
Kampung Naga.
Di sebelah Selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di sebelah
Utara dan Timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang sumber airnya berasal
dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari Kota Tasikmalaya
ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari Kota Garut
jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya
Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah ditembok (Sunda
sengked) sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45
derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melalui jalan setapak
menyusuri sungai Ciwulan sampai ke dalam Kampung Naga.
Sekian Sekilas Mengenai Sejarah Keunikan Kampung Naga.
Mudah-mudahan Bermanfaat..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar