Di
sebuah desa yang subur sebelah utara kota Garut, tinggal seorang janda
kaya bernama Nyi Endit. Ia paling ditakuti di seluruh desa, ia dapat
berbuat sesuka hatinya dengan kekayaannya.
Para penduduk daerah
sekitar banyak yang meminjam uang pada Nyi Endit meskipun utang yang
dibayar harus dengan bunga yang sangat tinggi. Nyi Endit mempunyai
beberapa tukang pukul untuk menagih utangnya. Bila tak mampu bayar, para
tukang pukul melakukan tindak kekerasan.
Jika musim
panen, betapa melimpahnya hasil panen di tempat Nyi Endit. Saat musim
paceklik, para penduduk yang sebagian besar petani, mengalami kesulitan.
Panen mereka gagal. Kelaparan pun melanda sehingga banyak yang
menderita busung lapar.
Sangatlah berbeda dengan keadaan Nyi
Endit. Saat penduduk sekitar kelaparan, Nyi Endit justru berpesta pora
dengan makanan yang melimpah ruah bersama keluarga, kerabat dan tamunya.
Di
tengah-tengah pesta, tiba-tiba pengawal/tukang pukul Nyi Endit
melapor,”Maaf Nyi, di luar ada pengemis yang memaksa masuk dan membuat
keributan. Sepertinya ia minta sedekah.”
“Usir dia!” sahut Nyi Endit.
Namun,
secara tak terduga pengemis tersebut berhasil masuk ke rumah Nyi Endit.
“Nyi Endit, kau benar-benar kejam dan serakah. Berikanlah sedikit
makanan untuk orang yang kelaparan,” sahut sang pengemis.
“Kurang ajar. Beraninya kau berkata begitu. Cepat usir dia dari tempatku!” teriak Nyi Endit.
Para
pengawal Nyi Endit langsung melawan pengemis itu. Tapi tak disangka
pengemis itu justru kuat sekali melawan mereka dengan sekali gebrakan.
Semua tamu yang hadir di pesta Nyi Endit takjub melihat kesaktian
pengemis.
“Baiklah, Nyi Endit! Jika kau tidak mau
berbagi dengan orang yang sedang kesulitan, aku akan menunjukkan
sesuatu,” kata sang pengemis.
Pengemis itu mengambil
sebatang ranting pohon. Lalu, ia menancapkannya ke tanah. “Jika kau
mampu mencabut ranting ini maka kau termasuk orang yang paling mulia di
dunia. Kau bisa minta bantuan pengawalmu,” ujar sang pengemis kepada Nyi
Endit.
Nyi Endit menyuruh pengawalnya. Ternyata para pengawalnya
yang besar dan kekar itu tak mampu mencabut ranting kecil yang
kelihatannya mudah dicabut itu.
Pengemis itu berkata ,”Ternyata pengawal yang kau bayar mahal itu tak sanggup melakukannya. Sekarang lihatlah aku.”
Dengan
mudah, sang pengemis dapat mencabut ranting itu. Ternyata dari lubang
bekas tertancapnya ranting tersebut keluar air yang memancar deras.
Sedangkan pengemis itu pun tiba-tiba lenyap.
Ketika itu, hujan pun turun lebat diselingi guncangan gempa bumi. Dengan sekejap, desa Nyi Endit sudah terendam air.
Banjir
pun melanda hingga berubah menjadi danau yang kini bernama Situ
Bagendit. Situ berarti danau, sedangkan Bagendit diambil dari nama Nyi
Endit. Konon di danau tersebut hidup seekor lintah yang sangat besar an
dipercaya sebagai jelmaan Nyi Endit yang lintah darat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar